Jangan Suka Manggil-Manggil (2)

September tanggal 13 dan 14 tahun 2014, akhirnya datang juga. Adis dan kawan-kawan komunitas musiknya akhirnya berlibur setelah berkali-kali survey villa di minggu-minggu sebelumnya. Dan yang harus kalian tahu, survey villa itu tidak menghasilkan apa-apa. Sampai pada hari H mereka berangkat, belum ada villa yang di booking oleh mereka.
“Udah jalan aja, kita punya 3 alternatif villa. Nanti gue sama Azul duluan ke puncak. Pertama ke villa yang pojok atas kemarin, kalo ga bisa baru ke Ciloto, dan kalau di Ciloto juga gak bisa juga yaaa, kita ke villa Cipanas,” jelas Boy panjang lebar di malam sebelum mereka berangkat sambil tidak berhenti memetik-metikkan gitar yang ada di tangannya. Dia memang begitu santai orangnya, tidak mau diambil susah. Mereka pun setuju untuk tetap berangkat meskipun belum tahu tempat dan tujuannya.

 

***

Seperti kebanyakan manusia zaman sekarang, janji berkumpul pukul 6 pagi WIB, anak-anak komunitas termasuk Adis baru berkumpul jam 7 pagi. Berkendaraan dua mobil dan tiga motor, akhirnya mereka berangkat liburan. Boy dan Azul memenuhi janjinya untuk sampai di tempat tujuan lebih dulu. Beruntung villa alternatif kedua masih kosong dan bisa mereka tempati untuk semalam.

***

“Aihhh, akhirnya sampai juga,” ujar Adis setelah bermacet ria karena berangkat terlalu siang. Villa Jasmine, namanya. Villa yang cukup luas untuk ditempati dua puluh orang anggota komunitasnya sudah menunggu untuk menjadi saksi keseruan liburan mereka. Bangunan berwarna hijau putih itu mempunyai satu ruang tamu yang cukup besar, tiga kamar tidur di bagian depan, dua kamar mandi, ruang makan, dan dapur. Di luarnya ada sebuah tangga ke bawah yang membawa mereka ke sebuah taman yang cukup luas. Ada dua buah ayunan di sana.
Adis dan kawan-kawan segera memilih tempat paling nyaman untuk mereka beristirahat sejenak. Mereka berkeliling rumah dan pekarangan.
“Ehh, ada kamar lagi di belakang dapur ternyata,” kata Wira setelah membuka pintu belakang dapur. Kamarnya cukup besar dengan dua tempat tidur. Beberapa dari mereka merasa kamar tersebut menenangkan, udaranya hangat, dan sangat nyaman.
Adis diam. Tak berkomentar apa-apa. Ia lebih memilih kamar yang dekat pintu utama bersama 3 perempuan lainnya.

***

“Dis…,” panggil Laras seketika saat Adis sedang asyik merapikan barang-barangnya di kamar. Wajahnya menunduk malu. Mukanya memberikan isyarat sebuah ketakutan yang tidak cukup berarti.
“Ya??” jawab Adis singkat. Ia segera meletakkan tasnya dan menoleh memperhatikan Laras. “Ada apa?” lanjutnya.
“Gapapa, gue di kamar ini juga ya,” Laras meminta izin pada Adis untuk menempati kamar yang sama.
“Haha, iya. Gapapa. Selow aja kali, Kan di kamar sebelah juga cewek udah 5,” Adis tersenyum simpul dan mempersilahkan Laras untuk beristirahat sejenak juga di kasur. Awalnya, Laras memilih untuk menempati kamar yang ada di belakang dapur. Namun, beberapa menit kemudian, sepertinya dia berubah pikiran. Entah kenapa.

***

Sudah siang. Mereka makan siang bersama—ngariung—di ruang tamu. Bermenu nasi, sayur kangkung, omelet, dan tempe goreng, mereka bisa menikmati makanan dengan candaan dan obrolan yang tiada henti. Entah dari mana asal obrolannya, tiba-tiba Aryo secepat kilat menyambar pembicaraan dengan bertanya, “Nanti malem kita ngapain enaknya? Nggak tidur doang kan abis bakar-bakar?”
Perasaan Adis mulai tak enak. Wajahnya langung menunduk dan tak berselera. “Pasti aneh-aneh deh abis ini. Hah!” Adis terus bergumam dalam hati dan hanya mendengar, tak menanggapi.
“Ya enggak lah, langsung lah kita play video serem-serem! Seru itu!!!” jawab Azul dengan semangat. Cowok ganteng berumur 24 tahun ini memang terlalu berlebihan kalau penasaran sama sesuatu. Apalagi kalau hal-hal yang dibicarakan temannya itu menarik (menurutnya). Ya, termasuk soal hantu-hantuan. Malam sebelumnya di markas komunitas, laki-laki pecinta musik dangdut ini tumben-tumbenan akur dan kompak banget sama seorang Aryo yang lebih suka musik jazz untuk browsing-browsing video horor uji nyali yang sempat tayang di TV beberapa tahun lalu.
“Oke sip, Zul! Biar asyik!” Aryo sumringah seperti akan menyambut kegiatan yang dipikirnya akan sangat seru dan menyenangkan. Mungkin seperti main di Dunia Fantasi kali ya? Hmm.
Teman-teman yang lain hanya tersenyum dan tertawa heran melihat tingkah mereka. Tapi, kok tidak ada yang protes?

***

“Hahahahaha,”
“Hahahahahahahaha,”
“Hahaha,” tawa mereka tiada henti sejak datang di villa Jasmine dan semakin meriah saat mereka mengadakan games di sore harinya. Terlalu banyak kejadian konyol yang ada. Dan semuanya terlihat senang. Pun Adis yang terlihat mengembangkan senyumnya sepanjang hari.
Malam itu ada sebuah hukuman yang harus dijalani oleh orang-orang yang kalah di dalam permainan. Ice Bucket Challenge. Dan lagi-lagi mereka tertawa terbahak-bahak karena para laki-laki harus melakukan hal sama. Di sebuah daerah yang dingin, melakukan hal itu malam-malam tentu menjadi hal yang cukup gila!
“Udah, udah. Hahaha. Kalian ganti baju terus makan pisang goreng tuh! Baru mateng. Enak sama teh manis hangatnya juga,” kata Kak Alya yang hanya melihat keseruan itu dari dapur.
Mereka ganti baju, menghangatkan diri dan seketika suasana villa menjadi hening. Beberapa keluar villa mencari arang tambahan untuk membakar ayam dan jagung, sisanya memilih untuk di kamar karena mulai merasa kedinginan. Namun, Adis memilih di luar villa menikmati waktu-waktu sendiri yang rutin ia ciptakan sejak dua tahun ke belakang. Dia selalu menyempatkan diri untuk hal itu. Entah bertujuan apa. Mungkin untuk mensyukuri dan meminta maaf pada apa yang sudah terjadi setiap harinya.
“Dis, ngapain di sini sendirian?” tiba-tiba Wira menghampiri Adis. Ia menarik tempat duduk dan memilih duduk di sebelah Adis.
“Nggak ngapa-ngapain kok,” jawab Adis singkat.
“Haha, yaudah gue di sini nggak masalah kan?” tanya Wira lagi sambil tersenyum.
“Yap!” Adis menganggukan kepala tanda setuju. Awalnya, Adis tak menyangka kalau Wira akan menghampiri dan membicarakan hal yang sama seperti kebanyakan teman-temannya. Ya, kalian benar. Lagi-lagi Wira bertanya, “Ada apa, Dis, di sini?”
Entah mengapa Adis merasa jenuh dengan pertanyaan seperti itu, tapi Wira berhasil membuatnya mau bercerita panjang mengenai hal itu.
“Capek ya, Dis kalo lihat itu?” sambung Wira sebelum Adis sempat menjawab pertanyaan sebelumnya.
“Ceritain dong, hehe. Cerita aja, ada gue ini,” Wira terus-menerus berbicara sambil tersenyum-senyum sampai Adis malah merasa lucu mendengarnya.
“Hahaha, iya, Ra. Capek juga tau,” akhirnya Adis mendapat kesempatan untuk mengeluarkan kata-kata.
“Emang kenapa? Kok bisa capek?” ujar Wira lagi. Kini dengan wajah yang dipaksa lebih serius. Dahinya berkerut sambil menatap Adis.
“Iya, soalnya gue belum tau gimana caranya biasa aja kalau ketemu mereka. Gue masih sering kaget, masih sering takut, dan terlalu fokus sama mereka,” jelas Adis kemudian menghela napas panjang.
“Kalo di sini nggak usah takut, Dis. Kan ada gue dan kawan-kawan. Kalo capek gue siap ngasih energi gue buat lo. Hahahaha,” obrolan bersama Wira menjadi hal yang juga cukup menyenangkan buat Adis. Biasanya, Adis terlalu sensitif kalau diajak bicara soal hantu, tapi sama Wira dia bisa menceritakan setiap hal yang ia lihat.
“Coba aja tebak mereka ada dimana,” Adis malah menyuruh Wira terlebh dahulu untuk mengira-ngira.
“Di depan cemara? Di dekat tumpukan batu? Di pagar villa? Hmm… Di depan kita?” jawab Wira dengan gaya cool-nya tanpa menunjukkan rasa takut.
“Ya… no… ya… no…,” Adis hanya menjawab itu. Maksudnya jawabannya diurutkan sesuai dengan pernyataan-pernyataan Wira.
“Apa aja?” tanya Wira lagi.
“Duh, nggak mau cerita lagi ya, Ra,” Adis mulai merasa aneh. Yang dilihatnya semakin banyak dan tidak terduga. Anak kecil di depan pagar villa semakin jelas menampakan wujudnya yang lusuh dan berdarah. Perempuan berambut panjang berbaju putih di depan poh cemara semakin mendekat. Di tangga dari arah taman mulai terdengar suara orang berjalan. Untungnya Wira melihat gerak-gerik kegelisahan dari Adis. Sadar akan itu, Wira langsung mengalihkan pembicaraan.
“Minum kopi panas enak nih, Dis. Mau ngga? Gue bikinin? Hehe” sambil tersenyum lebar Wira menarik tangan Adis untuk masuk ke dalam villa.

***

Setelah kenyang, makan banyak makanan yang dibakar, pukul 23.47 WIB Aryo dan Azul menyiapkan sebuah proyektor dan laptop. (Katanya) untuk menonton video-video latihan dan penampilan komunitas musik mereka sebagai bahan evaluasi. Laptop pun dinyalakan dan disambungkan ke proyektor. Memang sih, awalnya memutar video-video musik hasil rekaman mereka. Tapi, semakin malam tingkah Aryo dan Azul semakin iseng. Benar sekali mereka jadi menonton video-video horor hasil download-an mereka hari sebelum mereka berangkat. Segala pertanyaan menjumpai Adis.
“Adis, gimana, Dis?”
“Eh, itu beneran nggak sih?”
“Dis, emang ada nggak sih di sini,”
Seperti itulah pertanyaan yang muncul. Tak begitu lama video itu diputar, entah mengapa mata Adis tertuju pada pintu dapur dan kamar yang ada di belakangnya.
“Wira…” panggil Adis pelan sambil memegang tangan Wira yang ada di sebelahnya.
“Ya?” Wira menjawab dengan nada yang cukup khawatir.
“Gue boleh minta tolong?”ujar Adis lagi.
“Apa?”
Adis mendekati Wira dan berbisik, “Tolong tutup pintu kamar belakang dan pintu dapurnya ya.” Tanpa bertanya lagi Wira melakukan hal yang diminta Adis lalu kembali duduk di sebelahnya.
“Mereka ada ya, Dis?” tanya Wira. Adis hanya mengangguk. Ia cukup ketakutan dengan hal itu. Sosok tinggi besar dan hitam muncul dari dalam kamar belakang dapur. Mulai mendekat saat mereka semakin asyik menonton video-video horor itu.
“Tadi pas tutup pintu, gue juga kayak ada yang nabrak, Dis. Telinga gue langsung pengang sebentar. Pas di sini biasa lagi,” cerita Wira yang juga mulai keheranan.
Di tengah pembicaraan Adis dan Wira yang pelan, “AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA,” teriak para perempuan di villa itu bersamaan. VILLA TIBA-TIBA MATI LAMPU! Proyektor mati. Azul pun langsung mematikan video yang sedari tadi mereka ditonton. Boy menyalakan senter memastikan tidak ada apa-apa. Dan tak lama kemudian listriknya menyala lagi, tak ada yang berani memanggil “mereka” lagi.

***

About arindataraputri

@ryndara Rara || Rare || Amethyst Kuro <3

Tinggalkan komentar